SATUMAKNA.ID – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Kalimantan Timur, Irwan Fecho mengapresiasi keputusan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kutai Timur, yang secara resmi keluar dari koalisi pemerintahan Ardiansyah Sulaiman – Kasmidi Bulang (ASKB).
“Saya mengapresiasi keputusan tegas dan berani dari Ketua DPC Partai Demokrat Kutai Timur untuk keluar dari koalisi pemerintahan ASKB di Kutai Timur,” tulis Fecho di akun instagram resminya, Kamis (23/2/2023).
“Delapan alasan keluar dari koalisi yang disampaikan, menurut saya sudah berdasarkan fakta dan terbuka,” lanjut Fecho dalam postingan instagram tersebut.
Selanjutnya anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kaltim tersebut, meminta kepada Partai Demokrat Kutim agar terus berkoalisi dengan rakyat. “Saya meminta agar Partai Demokrat Kutai Timur terus berkoalisi dengan rakyat, memperjuangkan perubahan dan perbaikan,” tutup Fecho dalam postinganya.
Seperti diketahui, Partai Demokrat Kutai Timur secara mengejutkan, mengumumkan keluar dari Koalisi ASKB. Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Ketua DPC Demokrat Kutai Timur Ordiansyah, saat jumpa pers di Sekretariat DPC Partai Demokrat Kutai Timur, Rabu (22/2/2023).
Padahal Partai Demokrat merupakan pendukung utama Koalisi Ardiansyah Sulaiman dan Kasmidi Bulang (ASKB) dengan jumlah kursi 4 anggota DPRD Kutim dan mengantarkan keduanya menduduki jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kutai Timur periode 2021-2024. Koalisi pengusung ASKB lainya adalah PKS (2 kursi) dan Partai Berkarya (2 kursi).
Ketua DPC Demokrat Kutim Ordiansyah dalam keterangan persnya menyatakan, alasan partainya keluar dari koalisi karena Partai Demokrat menilai pemerintah ASKB telah gagal menjalankan visinya menata Kutai Timur sejahtera untuk semua.
“Pemerintahan ini gagal menjalankan misinya, gagal menjalankan asas-asas umum yang baik seperti kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, dan asas kecermatan. Kemudian asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan umum, asas pelayanan yang baik, asas keseimbangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas fairplay, asas keadilan dan kewajaran, asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal dan asas kebijaksanaan,” kata Ordiansyah.
Ordi juga mengatakan tindakan serta keputusan dan kebijakan yang telah dibuat oleh Pemkab Kutim sejauh ini membuktikan bahwa asas-asas pemerintahan yang baik telah dilanggar.
Baca juga:Kejari Serahkan Uang Sitaan Kasus Korupsi Solar Cell PLTS Rp 4,3 Miliar Kepada Pemkab Kutai Timur
Sekitar Rp 20 Miliar Dana CSR KPC Fokus Bangun Jalan Pendekat Pelabuhan Kenyamukan Sangatta
Berikut delapan poin yang menurut Partai Demokrat telah dilanggar pemerintah ASKB:
1. Penyelengaraan Anggaran. Gagal dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan Memonitoring evaluasi anggaran. Indikasi, lambatnya anggaran yang diturunkan untuk pembangunan beresiko kegagalan dan tidak selesainya proyek-proyek pemerintah serta terjadinya SILPA yang sangat besar, yang akhirnya merugikan masyarakat.
2. Penerapan pengelolaan anggaran yang tidak transparan. Indikasi kalahnya Pemkab dalam kasus keterbukaan informasi publik tentang Dokumen APBD melawan tuntutan Fraksi Rakyat Kutim di pengadilan.
3. Penyelengaraan anggaran yang tidak prudent. Indikasi, permintaan pertimbangan hukum pada Institusi penegak hukum untuk rencana MYC 2023, mencerminkan bahwa patut diduga sebagai upaya mencari pembenaran terhadap kebijakan yang tidak prudent.
4. Kepastian Hukum. Gagalnya penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu. Indikasi, terjadinya pembiaran pelanggaran hukum yang berakibat terancamnya jiwa masyarakat dan rusaknya lingkungan hidup, contoh kasus Penggunaan jalan umum Kabupaten ruas Rantau Pulung-Sangatta untuk hauling batubara perusahaan PT. Arkara Prathama Energi /PT. BAS.
5. Menggunakan instrumen kebijakan untuk berlaku zalim kepada masyarakat. Indikasi, penerbitan Peraturan Bupati tentang tunjangan/insentif untuk Guru Honorer P3K yang menghilangkan hak mereka secara semena-mena menggunakan instrumen kebijakan legal (AUTOCRATIC LEGALISM atau AUTORITARIAN LEGALISM).
6. Birokrasi yang bersih dan berwibawa. Pemerintah Daerah gagal menyiapkan Birokrasi untuk menunjang kinerja pemerintah yang baik. Indikasi, lambatnya pemkab menyusun struktur birokrat yang siap bekerja, penggantian dan kekosongan jabatan yang dibiarkan membuat kewenangan pejabat atas anggaran menjadi bermasalah.
7. Meningkatnya potensi terjadinya korupsi pada jalannya pemerintahan kabupaten Kutai Timur. Indikasi, turunnya Indeks Integritas Pemerintah Daerah yang dikeluarkan oleh KPK-RE dalam tahun 2022 dan 2023.
8. Kerja birokrasi yang tidak profesional di bidangnya dan tidak kompetennya beberapa pejabat dan ASN. Indikasi, Keputusan Lembaga OMBUDSMAN yang memerintahkan Pemkab menyelesaikan ganti rugi rumah korban banjir Sangatta.(*)